Bahan Buletin 4, 2020
DINAMIKA PASAR GULA DUNIA
Dari Market Report Juni 2020 yang diterbitkan oleh ISO (International Sugar Organisation) – dimana Indonesia saat ini masih tercatat sebagai anggota, dilaporkan bahwa harga gula dunia sudah mulai naik pelan-pelan meskipun konsumsi dunia juga terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Terlihat pada grafik bahwa harga raw sugar maupun white sugar dari bulan April, Mei sampai Juni 2020 menunjukkan trend naik meskipun sedikit dan masih dibawah rata-rata dua tahun terakhir (2018 dan 2019) kecuali white sugar.
Kenaikan harga di bulan ini didorong oleh naiknya permintaan jangka panjang, terjadinya antrian panjang di pelabuhan Brasil dan meningkatnya kebutuhan.

Sejalan dengan meningkatnya produksi di Brasil sebagai eksportir terbesar dan semakin banyaknya investor mengambil kontrak pembelian jangka panjang tampaknya harga ke depan akan mengalami penurunan.
Peningkatan produksi di Brasil Selatan tengah (Centre-South) cukup besar. Dalam dua setengah bulan sampai pertengahan Juni ini, tebu digiling sudah mencapai 187 juta ton, meningkat 15 juta dibanding musim lalu, 20 juta ton lebih tinggi terhadap rata-rata 4 tahun dan naik 33 juta ton terhadap rata-rata 10 tahun. Sementara rendemen juga naik 0.09 poin terhadap rata-rata 4 tahun dan naik 0.11 poin terhadap rata-rata 10 tahun. Yang juga sangat menunjang kenaikan produksi gulanya adalah karena kuantum nira kental yang diolah menjadi gula tahun ini lebih banyak sehingga menghasilkan gula 10.6 juta ton, meningkat 3.9 juta ton dari tahun lalu.
Di bagian lain dari Brasil, trend pabrik untuk meningkatkan alokasi produksi gulanya juga meningkat meskipun di beberapa wilayah ada yang mengalami musim kering lebih panjang yang menurunkan produktivitas.
Di pelabuhan Santos terjadi antrian kapal yang panjang untuk memuat gula, suatu indikasi meningkatnya kebutuhan gula dunia atas raw sugar.
Di sisi lain, produksi gula dari bit (beet sugar) di belahan bumi utara seperti Rusia, Uni Eropa dan Inggris agak tertekan dan lebih rendah dari tahun sebelumnya karena berbagai sebab. Hanya di Amerika (USA) yang produksinya naik karena areal naik cukup signifikan.
India mengalami gangguan iklim yang berdampak pada produksi gulanya, terutama di Maharashtra yang menurun dari 10.72 juta ton menjadi 6.098 juta ton tahun ini, meskipun produsen terbesar di Uttar Pradesh masih mencatat produksi 12.546 juta ton. Konsumsi dalam negeri masih sulit diperkirakan di tengah pandemi Covid-19 ini, tetapi Pemerintah telah menetapkan alokasi penjualan yang naik di bulan Juli nanti sebesar 2.1 juta ton dari 1.85 juta ton di bulan Juni dan Mei 1.7 juta ton.
Australia baru giling satu bulan yang masih diwarnai dengan iklim basah sehingga rendemen masih relatif rendah. Pada bulan yang sama CCS tahun ini masih di 11.86% dibanding tahun lalu 12.24%.
Neraca dan Prospek
FO Licht. Tahun 2019/2020 situasi gula dunia masih defisit 6.038 juta ton dan 2020/2021 juga masih defisit di 1.852 juta ton.
Rabobank. Defisit 2019/2020 sebesar 4.3 juta ton dan 2020/2021 mulai surplus 1.8 juta ton.
Green Pool. Defisit 10.25 juta ton di 2019/2020 dan surplus tahun depan mencapai 4.65 juta ton karena Brasil meningkatkan produksi gulanya (mengurangi etanol).
Datagro. Defisit 2019/2020 sebesar 3.7 juta ton dan 2020/2021 surplus 3.0 juta ton.
Semua telah memperhitungkan penurunan konsumsi di era pandemi covid-19.
UPDATE BEBERAPA NEGARA
COSTA RICA. Untuk menangkal dumping yang dilakukan negara produsen atas gula yang diekspornya, Pemerintah telah menambahkan bea masuk impor sebesar 34.27% sehingga total bea masuk atas white sugar impor menjadi 79.27% dengan harapan akan terjadi persaingan yang fair dengan produksi gula dalam negeri.
CUBA. Produksi 2019/2020 ditutup pada angka 1.2 juta ton, menurun dari tahun sebelumnya 1.3 juta ton dan mendekati level terendah tahun 2009/2010 sebesar 1.142 juta ton.
MEXICO. Produksi mencapai 5.265 juta ton di tahun ini, turun dari tahun sebelumnya 6.426 juta ton. Tebu per ha rata-rata adalah 63 ton/ha, turun dari 71 ton/ha tahun lalu.
FILIPINA. Musim giling hampir selesai, produksi sudah mencapai 2.138 juta ton sampai Juni meningkat 64,000 ton terhadap musim giling yang lalu. Tebu digiling mengalami kenaikan 1.4 juta ton sehingga total mencapai 23.2 juta ton.
AFRIKA SELATAN. Terbitnya master plan pergulaan yang baru sedang ditunggu untuk mengangkat pertumbuhan kembali industri gula di negeri ini. Selama dua dekade, produksi gula turun sampai 20%, jumlah petani tebu menurun sampai 60% dan lapangan kerja yang terkait turun hingga 45%. Master plan yang baru akan mencakup proteksi lapangan kerja, kehidupan pedesaan dan pengembangan bisnis melalui kerjasama dan diversifikasi, termasuk kebijakan yang transparan di bidang perpajakan.
THAILAND. Perundangan tentang kebijakan untuk petani tebu telah disahkan. Pendanaan dari negara sebesar 319 juta USD telah disediakan untuk menutup selisih antara besarnya biaya dan pendapatan petani musim yang lalu. Petani tebu akan menerima 85 baht (sekitar Rp.40,000) per ton tebu yang dihasilkan sampai maksimum 5,000 ton ditambah 7 baht ( Rp 3,250) per ton jika tebu tidak dibakar.
PROYEK INDUSTRI BARU
Pabrik sugar beet baru di Kazakhstan dengan kapasitas 300,000 ton bit dan produksi 35,000 ton gula telah dibangun dengan dukungan Pemerintah.
Proyek biorefinery dibangun oleh perusahaan biotek Perancis, menerima pembiayaan 20 juta Euro. Berbahan baku tetes dan beet pulp dengan proses fermentasi aerobik dan esterifikasi. Produk yang akan dihasilkan adalah asam organik seperti propionic, butyric, isobutyric, valeric, isovaleric dan caproic acids dengan hasil samping berupa pupuk untuk menghasilkan produk turunan lain.
TETES
Harga tetes masih menguat di 5 bulan pertama 2020. Tetes tebu naik 11.5 USD/ton terhadap April mencapai 199 USD/ton.
Menurut data FO Licht, produksi tetes global diharapkan naik 6.1 juta ton hingga mencapai 64.9 juta ton terutama berasal dari kenaikan di Brasil (4 juta ton) dan India (2 juta ton). Produksi total tahun ini akan menjadi no 2 tertinggi setelah tahun 2017/2018 sebesar 69.0 juta ton.
Produksi tetes Asia akan mencapai 26.4 juta ton di tahun 2020/2021, disamping dari India, juga dari China yang diprediksi naik 3.9 juta ton. Sedangkan di Thailand akan turun sebesar 3.2 juta ton karena menurunnya jumlah tebu giling.
Brasil juga mengalami peningkatan produksi tetes dari 12.3 juta ton ke 16.4 juta ton di tahun 2020/2021 meskipun tampaknya tidak ada yang bisa diekspor.
Perdagangan tetes di Eropa dan Amerika menurun karena beberapa sebab terutama menurunnya penggunaan tetes pada pabrik pengolah daging dan ternak akibat pengaruh covid-19, disamping itu juga muncul penyakit AFS (African Swine Fever) yang menurunkan produksi ternak babi.
Menurut perhitungan European Feed Manufacturer’s Federation penurunan yang terjadi akan dapat mencapai 6%, suatu pukulan yang cukup berarti bagi industri pakan.
——-ooo——-
(disarikan dari ISO Markert Report, June 2020)